Jumat, 11 Maret 2016

Penulisan Kalimat adalah Hal Penting

Saya mungkin bisa dibilang sebagai orang yang cukup ribet tentang cara menulis yang baik dan benar. Semenjak saya SMP kelas satu pun, sebenarnya saya sudah cukup memperhatikan bagaimana memilih kata saat membuat sebuah kalimat--meskipun saat itu saya masih belum begitu memperhatikan penulisan tempat atau imbuhan seperti -nya, -mu, -ku, dsb--.

Semenjak SD, saya sudah tertarik untuk membuat puisi yang indah. Dari situ, saya senang berkata manis. Saat itu saya memang sedang hobi-hobinya bernyanyi di kamar, dan sejak kecil pun saya memang telah memiliki minat yang sangat besar terhadap musik; saya ingin menjadi seorang musisi kala besar nanti.  Batin saya saat itu adalah saya ingin seperti Ahmad Dhani yang memiliki lagu-lagu dengan lirik indah. Saya masih ingat, saat itu saya masih kelas lima atau kelas enam. Saya sangat senang mendengarkan lagu Dewa 19, di antaranya;

  • Risalah Hati; Cintaku tanpa sambutmu, bagai panas tanpa hujan. Jiwaku berbisik lirih, "ku harus memilikimu".
  • Kangen; Percayalah padaku, aku pun rindu kamu. Ku akan pulang melepas semua kerinduan yang terpendam.
  • Roman Picisan; Malam-malamku bagai malam seribu bintang yang terbentang di angkasa bila kau di sini.
  • Pupus; Semoga aku akan memahami sisi hatimu yang beku. Semoga akan datang keajaiban hingga akhirnya kau pun mau.
Dari sana, saya mencoba untuk bisa membuat kalimat-kalimat puitis. Saat itu saya berpikir, bahwa puisi adalah salah satu wadah yang bisa saya gunakan; bahkan hingga detik ini. Saya senang sekali jika membuat puisi. Hingga saat pelajaran Bahasa Indonesia di kelas tujuh pun saya sangat bersemangat untuk membuat puisi. Namun seperti yang sudah saya katakan, bahwa saat itu saya belum memperhatikan secara keseluruhan dalam penulisan yang baik. Mungkin untuk penulisan tempat, saya sudah baik. Namun, saya masih sering beranggapan bahwa kata -di pada dimakan tetap sama jika ditulis menjadi di makan. Padahal sudah jelas salah. Dimakan artinya makanan tersebut ada yang memakan. Sedangkan di makan, berarti berada di suatu tempat yang disebut sebagai makan. Got it? Saya baru benar-benar menyadarinya saat SMA kelas satu, meskipun masih sering terlupa.


Pun dengan milikmu. Saya masih sering menulisnya menjadi milik mu. Rasanya sangat geli untuk menyadari bahwa itu sudah jelas tidak tepat.

Semenjak kelas satu SMA--atau bahkan sejak awal--, saya memang lebih sering menulis dengan kalimat yang baku. Teman-teman saya banyak sekali yang bertanya, "Kak, kenapa sih kamu kalau ngetik tuh baku banget? Kata-katanya bijak." Dalam hati, saya sering berkata, "ya memang gitu lah harusnya..."

Saat kelas dua SMA, saya pernah sekitar dua kali mengikuti sayembara menulis novel yang diselenggarakan oleh sebuah penerbit kenamaan di Indonesia, dan keduanya pun tidak ada yang lolos... Setahun kemudian, saya mencoba membuka draft itu kembali dan saya sadar... buruk sekali cara penulisan saya. Wajar tidak lolos. Dibaca oleh mereka pun mungkin tidak mau semenjak paragraf pertama.

Sesantai-santainya saya dalam mengetik di media sosial seperti ini pun masih bisa dibilang selalu menggunakan ejaan yang baik maupun cara penulisan yang cukup baik pula. Penggunaan tanda koma, titik, tanda seru, tanda tanya adalah hal yang saya perhatikan sekali. Saya sudah terbiasa sejak lama, sehingga untuk pengoreksian dalam penulisan bukanlah hal yang serta-merta muncul di benak saya di akhir rangkaian menulis, tapi memang jari-jari ini refleks untuk mengoreksi secara langsung jika ada yang salah.

Namun, bukan berarti saya sudah sangat baik dalam membuat kalimat, tapi saya setidaknya telah belajar untuk membuat kalimat yang baik dan benar.

Pun saya mungkin tidak menyadari bahwa di tulisan ini bisa jadi masih ada cara penulisan yang kurang tepat.

Sekian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengunjung yang baik adalah yang mau meninggalkan komentar untuk membuat saya lebih baik lagi dalam menulis :)