Sabtu, 13 Desember 2014

Farewell; Bahasa Jepang di Kelas X

Kali ini, aku ingin bercerita dengan serius.
---
ひまで (read: Himade) adalah salah satu ekstrakurikuler di sekolah ku, SMA Yayasan Pupuk Kaltim, yang bertemakan Jepang. Ya, di ekskul inilah kami, yang rata-rata menyukai je-jepang-an ataupun tertarik dengan je-jepang-an, berkumpul. Aku sendiri pun semenjak masuk SMA YPK telah mengikuti ekskul ini. Cukup antusias pada awalnya. Sedikit fakta, aku menyukai k-pop. Lantas apa hubungannya dengan Jepang? Tunggu dulu.

Sebenarnya, sedikit erat kaitannya antara k-pop dengan j-pop atau budaya Korea dengan budaya Jepang. Banyak sekali artis-artis Korea yang melebarkan sayap keartisannya hingga ke Negeri Sakura tersebut. Singkat cerita, aku pun tertarik pula dengan budaya Jepang yang dahulunya saat aku masih kecil sangat menggemari anime-anime nya seperti; Doraemon, Chibi Maruko-chan, dan Crayon Shinchan.

Aku sudah tahu bahwa di SMA YPK, kami, akan mempelajari Bahasa Jepang di samping Bahasa Inggris sebagai bahasa asingnya. Aku sangat senang dan mungkin sedikit berlebihan. Pertama kali aku mendapatkan buku paket Bahasa Jepang, aku sudah membuka-bukanya meskipun aku tidak paham sama sekali. Terkadang, aku membuka google dan mencari-cari tahu tentang apa itu huruf hiragana dan katakana. Ini sama halnya seperti di saat aku mempelajari huruf hangul. Otodidak aku mempelajarinya dan berujung dapat membaca huruf hangul itu sendiri. Awalnya aku berharap, aku telah dapat membaca sebagian huruf hiragana sebelum mendapatkan pelajaran Bahasa Jepang untuk yang pertama kalinya.

Banyak kabar burung dari teman-teman tentang pelajaran Bahasa Jepang. Satu yang paling dipersoalkan saat itu adalah gurunya. Namanya Mefa Sensei. Banyak yang, pada awalnya, bercerita tentang beliau bahwa beliau ini-ini-ini. Aku masih menanggapinya dengan santai bahwa mungkin itu adalah cara mengajar beliau. Aku pernah mendapatkan cerita dari adik ku, yang satu angkatan dengan ku, bahwa ia pernah tidak diperbolehkan masuk oleh Mefa Sensei karena datang terlambat. Tidak hanya sendiri, namun adik ku bersama dua orang lainnya. Mereka bercerita bahwa Mefa Sensei adalah orang yang heboh. Saat itu, kata-kata "kamseupay" sedang trend dan beliau menyebut kata tersebut. Di kelas adik ku pun, ia berlagak seperti princess. Setiap ia masuk ke kelas, maka satu kelas akan memperlakukannya layaknya seorang ratu. Dari kisah itu, aku dapat menyimpulkan bahwa guru ini unik. 

Kelas ku memang mendapatkan pelajaran Bahasa Jepang pada hari Jum'at yang dimana sering terjadi banyak acara di hari itu atau hari libur pada hari tersebut. Mungkin disaat teman-teman ku dari kelas lain telah dua kali mendapatkan pelajaran Bahasa Jepang, aku belum mendapatkannya sama sekali. Hingga pada akhirnya aku mendapatkan pelajaran Bahasa Jepang untuk yang pertama kalinya.

Benar saja, guru ini memang sangat unik. Banyak anak yang awalnya tidak menyukai beliau. Namun aku mencoba untuk tidak tidak-menyukainya. Berpikir positif saja, aku sedang belajar pelajaran yang cukup membuatku antusias. Jikalau aku terlanjur tidak menyukai gurunya, maka nantinya akan berdampak pada bagaimana aku menyerap pelajaran yang ia beri.

Di hari pertama mendapatkan pelajaran Bahasa Jepang, disitulah aku pertama kali bertanya pada beliau. Aku masih ingat betul, ia menyuruh kami untuk membeli buku kotak mandarin dan satu kelas harus bersampul sama dan buku tersebut harus tertulis nama kami dengan huruf katakana. Karena sebelumnya aku sudah pernah mencari-cari tentang huruf hiragana dan katakana, maka aku tahu bahwa tak ada suku "fa" pada huruf tersebut. Sehingga aku menimbulkan sebuah pertanyaan, "Sensei, tidak ada kata fa pada huruf katakana. Maka aku harus menuliskannya bagaimana?" Harapan ku akan jawaban beliau sebenarnya sangat baik, namun tahukah apa yang ia jawab? "Hm, cari sendiri, dong!" Memang unik. Aku pun tak menaruh kesal.

Setiap minggunya, aku selalu berusaha untuk serius namun santai di setiap pelajarannya. Terkadang, aku selalu menginginkan satu harapan pada setiap guru, bahwa aku bukanlah siswanya yang ia tak suka. Sehingga aku selalu bersikap sopan dan bertingkah seperti seharusnya. Pikirku, dengan demikian maka hubungan ku dengan guru tentu akan baik dan akan membantu ku jika aku dalam kesulitan. 

Pada suatu hari, Mefa Sensei masuk ke kelas ku memberikan selembaran. Selembaran itu untuk mendata siapa-siapa yang ingin mengikuti ekskul Himade. Lantas, aku langsung menyerbu kertas tersebut dan menuliskan nama ku.

Berawal dari ekskul tersebut, aku semakin mengenal Mefa Sensei lebih dekat. Ternyata ia dapat dikatakan terlalu berbeda seperti ia yang berada di kelas. Di ekskul, ia sangat mendengarkan cerita-cerita kami. Tak heran, ia menjadi tempat curhat yang paling nyaman. Karena itu, jikalau di kelas, aku dan Sensei dapat dikatakan cukup dekat. Dapat dikatakan pula, aku adalah kaki tangannya. Aku senang dan merasa bangga akan hal tersebut. Setidaknya aku diberi kepercayaan. Di setiap akhir semester, beliau menyuruh kami untuk menuliskan kosakata-kosakata dari bab-bab yang kami pelajari selama semester tersebut dan dihapalkan lantas disetor kepadanya. Namun satu yang membuat ku bangga adalah aku menjadi kaki tangannya. Ia membebaskan ku dari menghapal 100 kosakata namun aku harus menjadi penggantinya jikalau anak-anak ingin menghapal karena anak-anak akan satu-per-satu menghapal 100 kosakata pada ku.

--to be continued--

Rifa Nadiah Rahmaidar Purba
12 Desember 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengunjung yang baik adalah yang mau meninggalkan komentar untuk membuat saya lebih baik lagi dalam menulis :)